Asiknya Jelajah Wisata Religi Kabupaten Karimun yang Belum Terjamah

  • Gaffar
  • Dec 22, 2016
Wisata Religi

Masjid Baiturrahman

Masjid Baiturrahman yang berdiri begitu megahnya ini berada di Kelurahan Teluk Air Kecamatan Karimun dan Merupakan Mesjid terbesar Kedua di Bumi Berazam.

Baca Juga

  1. Unik nan Ajaib Wisata Kolam Air Panas di Karimun, Salah Satunya yang Ada di Kepri
  2. 10 Tempat Wisata Sejarah Kabupaten Karimun yang Membuat Kamu ingin Belajar Sejarah
  3. Pantai Batu Limau, Wisata Unik yang Melegenda Milik Karimun
  4. Traveling ke Karimun, Kurang Lengkap Jika Belum Coba 7 Masakan Khas Karimun ini Beserta Resepnya
  5. 10 Wisata Pantai Terbaik di Kabupaten Karimun yang eksotis dan Mendunia

Pada lantai satu mesjid Baiturrahman terdapat lima pintu yang menandakan pelaksanaan shalat lima Waktu, sementara di Lantai dua memiliki 7 Pintu. Terdapat 7 Tangga, 2 disisi utara, 2 disisi selatan, 2 disisi Timun dan merupakan tangga utama di masjid Baiturrahman sedangkan 1 nya lagi berada di bagian Utara untuk mengakses imam masjid. Yang masing-masing berjumlah 17 Anak Tangga, yang bermakna jumlah rakaat dalam shalat sehari semalam.

Masjid Baiturrahman

Yang uniknya dari Mesjid Baiturrahman ini adalah ukurannya 17,5 meter X 17,5 Meter yang bermakna shalat 17 rakaat dalam lima waktu sehari semalam. Tinggi bangunan 13 meter sesuai dengan 13 rukun shalat wajib. Kubah mesjid berdiameter 8 meter dan tinggi 4 meter, ini melambangkan mesjid dapat dilihat dan dimasuki dari 8 penjuru mata angin serta pengikut 4 mazhab besar islam dapat melaksanakan shalat di Mesjid ini. Ornamen kubah luar berbentuk gelombang air, di Atasnya terdapat Kaligrafi Allah dalam bentuk bulan, terbuat dari tembaga melambangkan mesjid tersebut tidak henti-hentinya bertasbih dan mengagungkan nama Allah, seperti halnya ombak dilautan.

Perpaduan warna krem, kuning dan Putih dapat diartikan bahwa permulaan manusia diciptakan dari tanah (Coklat). Selanjutnya menuju dan mencapat Kemuliaan, (Kuning) dan terakhir menuju kebahagiaan (Putih). menara setinggi 33 meter yang diartikan diartikan sebagai buah tasbih. Kemudian karpet sejadah berwarna merah menunjukan bahwa mesjid ini selalu mengagungkan tamu Allah di dalam Masjid. Kaligrafi asmaul usnah serta hiasan gantungan dari kaca berwarna warni dengan dipaduan lafaz 13 nama wajib bagi Allah menambahkan kemegahan dalam kubahnya.

Akses untuk menuju ke Mesjid Baiturrahman sangat mudah karena masjid baiturrahman terletah di pusat Kota Tanjungbalai Karimun Kepri, untuk akses dapat ditempuh dengan menggunakan motor ataupun mobil dalam waktu kurang lebih 5 menitan dari pelabuhan domestik tanjung Balai Karimun dan berdiri merah diatas sebuah bukit teluk air.

 

Masjid Agung Karimun

Berdiri Megah di atas sebuah bukit di Kawasa Poros, Masjid agung Karimun adalah salah satu landmark Kota TanjungBalai Karimun (Meral). Jangan luput menyambangi kalau tengah berdatang Ke Tanjung Balai Karimun untuk berwisata religi sekaligus melihat dari dekat kemegahan dan Keunikannya.

Dari prasasti yang terpampang di Halaman depan mesjid, diketahui bahwa masjid ini dibangun pada tahun 2003. Peletakan batu pertamanya, dilakukan oleh Bupati Kabupaten Karimun saat itu masih dijabat oleh Drs HM Sani. Hebatnya, Prosesi peletakan batu pertama ini selain dihadiri oleh Menteri Agama RI Prof Dr Said Agil Siraj, juga disaksikan oleh enam duta besar negara sahabat mereka adalah YM Ribhi Y. Awad (Palestina), YM Dr Taufic Jaber (Lebanon), Siddiq Abun (Sudan), Abdurarahmane Prissi (Maroko), Dr Ahmad S (Yaman),serta YM Shaban Shahidi (Iran).

Masjid Agung Karimun

Keunikan lain dari Masjid ini adalah keberadaan pohon kurma yang tumbuh subur di Halaman depannya. Pohon Kurma yang seluruhnya berjumlah sepuluh batang itu, posisinya tepat di tengah-tegah taman, bagian depan masjid. Bertinggi rata-rata empat hingga lima meter, Pohon-pohon kurma itu selain memancarkan aura ke-Islaman yang kental juga memberi nuansa cantik, sebab padu padan dengan taman di Sekelilingnya.

Fisik masjid, hampir seluruh bangunannya dibaluri cat warna hijau. Termasuk dibagian kubah yang dari Kejahuan terlihat besar dan megah. Pun demikian dengan menara, warna hijau begitu mendominasi. Hanya bagian sudut-sudutnya saja yang dicat warna kuning keemasan.

Bagian dalam mesjid, sejak perencanaan awal, sengaja dibangun dua lantai agar mampu menampung jamaah dalam jumlah besar. Terdapat beberapa pintu kayu yang berukuran besar yang berfungsi sebagai jalur atau akses masuk bagi para jamaah yang hendak shalat atau melakukan rupa-rupa aktifitas religi di dalam Masjid.

Kubahnya yang tinggi dan berongga lebar, memberi kesan luas dan teduh bagi siapa saja yang memasuki masjid ini. Beberapa relief bertulisan ayat al-qur’an terpampang di dinding, di sudut-sudut yang posisinya tak jauh dari kubah

Mesjid ini terletak berkisar delapan kilometer dari pusat kota. Sangat mudah digapai dengan sepeda motor atau mobil dan hanya memakan waktu tak lebih dari 15 menit. Kalau menuju kesana, Mula-mula carilah jalan raya Usman. Sampai disimpang RSUD Karimun, berbeloklah ke kanan menuju jalan Yos Sudarso ketika sampai di jalan Sudirman, teruslah melaju. Dalam hitungan tak sampai lima menit, anda sudah sampai dilokasi mesjid.

Tetapi jika anda kurang paham mencari lokasi mesjid, ancar-ancar yang paling mudah adlah Kantor Pemerintahan Kabupaten Karimun. Masjid ini memang berlokasi tak jauh dari gedung pusat pemerintahan Kabupaten Karimun itu. Keberadaanya juga dekat dengan Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM).

 

Masjid Al Mubaraq

Keberadaan Masjid Al Mubaraq yang terletak di Kecamatan Meral Tanjung Balai Karimun Kepri ini tidak lepas dari pendirinya, yakni raja Usman Bin Raja Ishak, Amir Karimun ketiga yang bergelar Engkau Andak pada 1301 Hijriah. Bangunan jauh lebih besar bila dibanding dengan Mesjid H Abdul Ghani (Masjid Buru) yang berada di Pulau Buru.

Kalau mesjid Buru hanya bisa menampung seratusan jemaah, namun Mesjid Al Mubaraq yang berukuran 10mx20m ini daya tampungnya lebih dari 500 jemaah. Setelah di perbesar teras dan halamannya kini bahkan bisa memuat 1.000 jemaah. Sejak awal, mesjid ini memang sengaja dibangun demikian karena posisinya yang berada di tengah-tengah masyarakat yang sudah ramai.

Masjid Al-mubaraq

Berbagai literature menyebut, kejayaan Karimun tidak lepas dari peran besar Amir Karimun pertama yaitu Raja Abdullah bin Raja Haji Ahmad atau Engkau Haji Tua yang bergelar Raja Abdullah Karimun. Semasa Pemerintahaanya, Karimun mengalami kemajuan pesar yang mengundang para pendatang dari pelosok negeri, termasuk orang-orang Tionghoa untuk menetap, terlebih ketika dibuka pabrik pengolahan timah oleh Van Den Bosch bernama Monos. Karena banyaknya pendatang inilah, saatnya mendirikan masjid Meral, Raja Usman bin Raja Ishak, melakukan perancanaan matang, yakni membangun dalam ukuran yang besar. Dengan harapan bisa menampung banyak jamaah, yakni warga muslim yang berdiam di Meral, Tanjung balai dan sekitarnya.

Kini, mesjid Al Mubaraq selain dijadikan sentra bagi peribadatan umat muslim di Karimun, juga jadi objek kunjungan wisatawan dari berbagai daerah bahkan wisatawan Singapura dan Malaysia yang umumnya masih punya hubungan kekerabatan serumpun dengan Sang Amir Karimun dan Amir Pulau Buru. Bahkan pengurus Masjidnya sekarang masih keturunan langsung dengan Raja Usman Bin Raja Ishak. Adapun makan sang pengdirinya sendiri, kini masih terawat baik dan berada di samping peralatan Mesjid bergelar “Marhum Mesjid”.

Disebelah bangunan mesjid masih tersisa reruntuhan bekas bangunan rumah tembok tempat tinggal Amir Karimun. Dari bentuk Fisiknya, dapat dipastikan bahwa bangunan tersebut sudah berusia ratusan tahun. Meski telah berumur, sebagian bangunannya terlihat masih kokoh karena dibangun dengan material pilihan. Sementara di bawah bangunan yang telah runtuh banyak berserak batu bata merah dan serpihan-serpihan genteng keramik pres pabrikan dari Perancis. Pada masanya, bangunan ini agaknya sudah tergolong moderen baik dari segi kontruksi, material maupun arsitekturnya.

Letak Mesjid Al Mubaraq tidak jauh dari pelabuhan dan pasar Meral. Kira-kira 10 menit dari Tanjungbalai Karimun, berdekatan dengan Kantor Bea Cukai Karimun. Angkutan umum atau ojek banyak yang menuju kesana. Kalau naik angkot anda cukup membayar Rp. 5000,- sementara Ojek Rp. 15.000,-

Anda kalau berada di sanan tidak perlu khawatir haus atau lapar karena banyak tersedia kedai atau warung di sekitar lokasi Masjid. Masyarakat sekitar juga sangat ramah menyambut setiap pengunjung atau peziarah yang datang berkunjung. Jangan lupa kenakan pakaian rapi dan sopan selama berada di sana.

 

Masjid Haji Abdul Ghani

Inilah masjid tertua di Kabupaten Karimun. Dibangun oleh Raja Abdul Ghani bin Raja Idris bin Raja Haji Fisbillilah, seorang amir pertama yang ada di Pulau Buru. Belum ada catatan Pasti tahun berapa didirikan, namun yang pasti mesjid ini dibangun pada Pertengahan abad ke-19 yakni semasa kerajaan Riau-Lingga diperintah oleh Sultan Abdul Rahman Muazzamsyah (1883-1911)

Karena dibagun oleh Raja Abdul Ghani maka mesjid ini pun dimanamai Masjid H Abdul Ghani. Namun belakangan, orang justru kerap lebih mengenal mesjid ini dengan sebutan Mesjid Buru karena terletak di Pulau Buru.

Masjid Raja Abdul Ghani

Masjid yang ini tergolong berukuran sedang. Ruang utamanya memiliki luas berkisar 8mx15m. Kubahnya, disanga oleh empat tiang setinggi lima meter. Tak begitu luas dan daya tampungnya pun hanya berkisar seratus jamaah. Tapi kemudian, oleh pengurus masjid, dilakukan renovasi dengan membangun teras luar dengan maksud agar bisa menampung jamaah lebih banyak.

Konon arsiteknya adalah orang Tionghoa sebelumnya telah berhasil membangun kelenteng yang lokasinya tidak jauh dari masjid. Hal ini bisa dibuktikan oleh keberadaan menara yang berbentuk kerucut, yang sepintas mirip dengan ruang pembakaran hio yang ada kelenteng. Lubang fentilasipun demikian, terbuat dari batu giok warna biru dan berukiran khas negeri Tiongkok.

Selain teras dan atap, mesjid ini sengaja di pertahankan bentuk asli oleh para keturunan Haji Abdul Ghani yang masih hidup hingga kini. Tidak ada renovasi segnifikan di luar dua komponen itu. Termak keberadaan perigi untuk mengambil air wudhu yang berada depan masjid. Perigi yang memiliki empat tangga berundak itu masih terus digunakan hingga kini dan dibiarkan sebagaimana bentuk asalnya.

Bertinggi 21 meter lebih dan berdiameter 4 meter, menara ini masih kokoh berdiri disamping kanan Masjid. Setiap hari di Fungsikan untuk mengumandangkan azan ketika masuk waktu shalat wajib. Di dalamnya terdapat tangga berundak untuk memudahkan orang yang hendak naik ke atas menara.

Yang juga masih terlihat keaslian bangunannya adalah pintu masuk utama yang berbentuk lengkungan setinggi 2.30 meter dan lebar 1.30 meter. Pintu lainnya yang berada di bagian lain, terlihat lebih pendek namun terbuat dari bahan bangunan yang sama dan sama sekali belum mengalami sentuhan renovasi apa pun.

Posisi masjid ini berada dekat dengan Pelabuhan Pulau Buru, Kira-kira hanyaa berjarak sekitar 100 meter. Jadi, dari arah lautpun, orang akan dengan gampang menandai keberadaannya. Untuk menuju kesana, karena jaraknya yang begitu dekat. Anda cukup untuk berjalan kaki. Kurang lebih 5 menit untuk sampat ke Lokasi.

 

Vihara Cetiya Tri Dharma ( Bu Sua Teng )

Bukti pulau Buru kaya atas catatan sejarah tidak terbatas pada keberadaan situs berupa makam, perigi atau masjid. Kalau mau menyusuri, Anda masih bisa menyusuri dan menemukan satu lagi tapak bersejarah lain yang masih berumur seratus tahun lebih, yakni Vihara Cetiya Tri Dharma.

Dulu, sebelum resmi bernama Cetiya Tri Dharma, viara ini merupakan klenteng bernama Bu Sua Teng, Kendati telah berganti sebutan namun nama Bu Sua Teng hingga kini masih terpampang jelas di atas pintu masuk bangunan utamanya. Pada masa awal pendirian, vihara ini hanya dimiliki oleh satu ruang yakni bangunan utama yang berukuran sekitar 10mx5m.

Vihara Cetya Dharma

Bangunan itu hingga sekarang masih berdiri kokoh. Lantainya yang terbuat marmer sama sekali tidak pernah di sentuh renovasi. Gentengnya yang buatan perancis dan bercap ‘Gichard Carvin & Cie, Marseille Standre,’ juga demikian. Kalaupun ada perbaikan, hanyalah pada dinding yang di plester ulang untuk menghindari dari retak atau keropos. Pintu utama yang berada disisi depan, juga hanya mengalami renovasi berupa pengecatan ulang serta penambahan pagar teralis bertinggi setengah meter. Adapun daun pintu dan kusennya, tetap mempertahankan kayu lama dan tidak sedikit pun mengubah bentuk aslinya.

Berbagai catatan menyebut, bangunan utama yang didominasi warna merah terang ini dibangun pada sekitaar tahun 1832. Tidak diketahui persis siapa penggegas tetapi dari sumber lisan yang kerap dituturkan warga sekitar, bangunan itu telah ada dari dulu sebelum masjid Jami Abdul Ghani didirikan. Bahkan warga meyakini bahwa masjid bersejarah itu, di bangun oleh orang yang sama yang membangun klenteng Bu Sua Teng.

Untuk menambah kenyamanan warga yang hendak sembahyang, sejak beberapa dekade belakangan, vihara ini telah melakukan renovasi, yakni menambah bangunan pendukung yang posisinya berada persis di depan bangunan utama. Cukup lebar dan memiliki dua bagian. Satu berupa panggung yang posisi menjorok kearah laut, satunya lagi berupa ruang terbuka yang memiliki tiang penyangga sebanyak 12 buah. Masing-masing tiang, diberi pahatan beronamen naga serta ayam jago. Sisi bawahnya, terdapat satu altar untuk membakar dupa yang berlebar satu meter dan bertinggi satu setengah meteran.

Seperti juga kebanyakan vihara di kepulauan riau, saat momen-momen tertentu seperti imlek, vihara ini ramai dikunjungi orang. Parasnya pun disolek dengan ornamen-ornamen khas imlek seperti lampion serta lampu-lampu hias lainnya yang umumnya berwarna merah. Terang dan semarak.

Kalau anda ke Pulau Buru, tidak sulit menemukan Vihara ini karena posisinya berada di Bibir Pantai. Persisnya berada di Jalan Pendidikan RT 01 RW 06. Masih satu jalur dengan masjid Jami H Abdul Ghani. Kira-kira seratus meter dari pelabuhan Masjid Pulau Buru. Berjalan kaki memakan waktu tidak lebih dari lima menit.

 

Prasasti Pasir Panjang

Prasasti berupa tulisan yang dipahat di atas granit raksasa yang terletak di kaki gunung jantan, kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Meral Barat ini diyakini telah ada sejah abad ke-IX atau ke-X. Ditemukan pertama kali oleh seorang ahli pertaniaan kebangsaan Belanda bernama K. F Holle. Penemuan itu kemudia pada 14 juli 1873 dilaporkan oleh K.F Holle ke Pemerintah Belanda yaitu Bataviaasch Genootehap van koonstenen Wetenschapen di Batavia. Lalu dalam kurun waktu tidak terlalu lama, gambar prasasti itu telah sampat di British Museum yang akhirnya menarik para peneliti datang ke Karimun untuk melakukan penelitian.

Tulisan di Prasasti itu terdiri dari enam baris terpisah. Oleh Ahli sejarah Dr. Brandes berhasil ditranskripsi dan diterjemahkan yang bunyinya sebagai berikut : Mahayanika. Galayanstritasri. Gautamasripada. Mahayanika. Golapanitasri. Gautamasripada. Prasasti tersebut ditulisan dalam huruf sansekerta, Prasasti itu ditulis oleh seorang rohaniawan Budha yang intinya bertemakan pemujaan kepada sang Budha Mahayana.

Prasasti Pasir Panjang

Sekarang tempat berdirinya prasasti itu dijadikan sebagai lokasi beribadah bagi para penganut agama Budha hingga menarik para wisatawan dari etnis India dan Tionghoa untuk datang melakukan ritual doa minta kesehatan, keselamatan dan kemurahaan rejeki. Oleh pemerinta setempat, prasasti bersejarah yang telah berusia sepuluh abad itu telah ditetap sebagai cagar budaya yang keberadaannya dijaga dan dilindungi.

Untuk datang kesana Anda harus lebih dulu meminta ujin ke security PT Karimun Granit di pos penjagaan, karena lokasi memang berada di dalam kawasan perusahaan penambangan granit tersebut. untuk di ketahui PT Karimun Granit telah melakukan penambangan granit dibawah kaki Gunung Jantan sejak awal tahun 1970-an.

Dulunya keberadaan batu prasasti itu persis dipinggir laut. Untuk bisa melihatnya, orang harus menggunakan perahun menyisir pantai. Tapi kemudian PT Karimun Granit menumbun kawan pantai hingga hampir 100 meter. Jadi kalau Anda ke sana, begitu turun dari mobil atau sepeda motor, bisa langsung sampai di depan lokasi situs itu berada.

Tepat diatas prasasti itu berada kini berdiri sebuah bangunan beratap seng yang berfungsi menaungi keberadaan prasasti. Kanan kiri diberi pagar tralis terbuat dari besi dan cat warna kuning. Di sebelah ujung, terpampang beberapa foto orang-orang suci Agama Budha. Ada juga sebuah guci kecil tempat pembakaran hio untuk melakukan ritual do’a.

Sepuluh meter dari sana terdapat dua buah situ lain yang sangat mungkin terkait erat dengan prasasti tersebut, berupa jejak tapak kaki sedalam 15cm diatas batu yang terlihat sangat jelas jika permukaan diisi air. Panjangnya kurang lebih 50cm dan lebar 25cm. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai jejak kaki si Badang, orang sakti yang merupakan hulubalang Kerajaan Riau Lingga yang tempo dulu dikenal piawai menghalau para bajak laut dari laut Karimun. Makam si Badang sendiri berada di Pulau Buru, Memili panjanganya 4 Meter. Konon, jejak kaki si Bdang juga ditemukan berada di daratan Malaysia.

Satu lagi situs yang berada di sekitara prasasti adalah sebuah perigi berbentuk oval yang letaknya juga di dalam batu. Perigi berukuran panjang 2,5mx 1m dan dalam 1,3m itu tidak pernah kering walaupun pada musim kemarau panjang, karena ada sumber mata air yang terus menerus mengalir turun lewat celah-celah batu.

Keberadaan perigi itu dulunya pasti sangat berguna untuk keperluan minum bagi para awak kapal yang singgah sebelum mereka menemukan sumber air tawar yang lebih besar untuk pembekalan didalm kapal. Air perigi itu sangat jernih dan segar karena bersumber dari serapan gunung jantan yang ada diatasnya. Sayang, sekarang kondisinya kurang terawat, aitnya berwarna kemerehan karena banyak tumpukan daun berserak di dalamnya.

Untuk menuju kelokasi prasasti pasir panjang tidaklah sulit karena sudah tersedia infrastruktur yang memadai berupa jalan raya yan relatif mulus. Jika anda berangkat dari pusat pelabuhan Domestik Tanjungbalai Karimun, anda bisa menggunakan mobil atau sepeda motor. jaraknya kurang lebih 40km, dapat di tempuh dalam waktu sekitar 30menit.

Tapi belum ada jasa angkutan umum yang bertrayek khusus menuju kesana. Jadi anda harus menggunakan jasa ojek yang bertarif Rp. 50.000,- hingga Rp.70.000,- pulang pergi. Atau bisa juga dengan menyewa mobil. Disarankan untuk membawa bekal makanan dan minuman sendiri karena tidak tersedia kedai atau warung di sekitar lokasi prasasti.

 

Peta Tanjungbalai Karimun

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *